JENEPONTO, SULSEL, - Puluhan warga Kampung Pammajengang menyeruduk kantor Lurah Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan pada Kamis (11/5/2023).
Perihal warga mendatangi kantor Lurah Bontotangnga untuk mempertanyakan program sertifikasi Prona yang belum terbit sampai saat ini.
Karena, sudah lama dijanji, Syarifuddin mengajak puluhan warga mendatangi Kantor Lurah dengan maksud mengklarifikasi.
Sayangnya, warga tidak ketemu langsung dengan oknum ASN yang diketahui bernama Mursalim Karaeng Sese di kantor Lurah Bontotangnga. Kala itu Karaeng Sese sapaannya mendata ke warga Pammajengang terkait program sertifikat Proyek Nasional Agraria (Prona) pada 2019 silam.
Alhasil, warga pun diterima Fitrawati selaku Lurah Bontotangnga bersama Seklur dan Petugas Bhabinkamtibmas Polsek Tamalatea.
Menurut Syarifuddin, alas hak bukti kepemilikan tanah yang diakui oleh negara tersebut tak satupun warga yang hadir di kantor Lurah ini menerima sertifikat prona. Olehnya itu warga Pammajengang mendesak pihak Kelurahan Bontotangnga.
Setelah berdiskusi banyak, terendus bahwa oknum ASN Mursalim Karaeng Sese di Kantor Kelurahan Bontotangnga diduga melakukan praktik pungutan liar (Pungli) terkait pendataan sertifikat prona kala itu.
Pasalnya, sang oknum ASN dimaksud diduga sengaja meminta uang senilai Rp 150 ribu ke setiap warga di Kampung Pammanjengang dengan dalih pembuatan Sertifikat gratis.
Dalam melancarkan aksinya, Kasi Pemerintahan dan Pembangunan tersebut memperalat seorang warga Pammanjengang melalui Syarifuddin untuk meminta uang.
Dari pengakuan Syarifuddin, Mursalim saat itu meminta uang kepada warga dengan alasan Sertifikat Prona secara gratis.
"Ada pengukuran Prona Gratis di Kelurahan Bontotangnga, siapa tahu ada yang belum mempunyai sertifikat karena kebetulan ada Prona. Kalau ada mintamaki PBB atau keterangan jual beli, " ucap Syarifuddin saat ditemui media Kamis (11/5).
Mendengar hal itu, Syarifuddin membalas ucapan tersebut dengan nada " Berarti kalau prona gratis Pak? "tanya Syarifuddin", masalahnya itu pak ada pembeli rokok dan kopi, " balas Mursalim. Jadi berapa itu pak? Kata Syarifuddin kembali. "Ya minta saja Rp.150 ribu pak, " jawab Mursalim kepada Syarifuddin.
Setelah menuai kesepakatan itu, Syarifuddin yang merasa diperdaya oleh Mursalim langsung meminta uang kepada warga sebanyak Rp.150 ribu per orang, bahkan lebih dari itu.
Bahkan, Syarifudin juga menyebut mantan Lurah Bonto Tangnga diduga juga ikut terlibat dalam kasus ini.
"Yang saya temui dulu ibu Subaedah mantan lurah dengan Kr Sese. Dia bilang begini pak, kebetulan ada program sertifikasi tanah (prona) keluar yang tidak ada sertifikatnya kita suruh mengurus kemudian dimintai uang Rp.150 ribu. saat itu yang terkumpul lebih Rp. 10 juta dan ibu lurah yang ambil sama Kr. Sese, " sebutnya Syarifuddin.
Oleh karena itu, Syarifuddin bersama Masyarakat meminta agar uang itu dikembalikan. Disisi lain, ia juga mengaku curiga ada sarang mafia tanah di Kantor Kelurahan Bonto Tangnga.
"Saya sampaikan ke Bu lurah yang sekarang tolong cari tahu siapa ini dibelakangnya, karena ada indikator mafia di kelurahan, " tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kelurahan Bontotangnga, Fitrawati mengaku tak mengetahui persis hal itu, sebab dirinya masih menjabat sebagai Sekertaris Lurah pada saat itu.
"Kalau masalah punglinya tahun 2019, memang dari pihak pertanahan itu tidak mengatakan bahwa kita bayar, " katanya.
Bahkan, pihaknya membantah tak ada Program Prona pada tahun 2019 silam melainkan hanya pendataan saja.
"Itu bukan prona. Pendataan namanya, adapun finansial itu saya kurang tahu, " tandasnya.
Meski demikian, pihaknya akan memanggil sang oknum untuk dimintai keterangan terkait tuduhan pungli ini.
"Saya tetap panggil, saya tetap berkomunikasi dengan yang dikatakan tadi pak Syarifuddin bahwasanya yang 2 itu Karaeng Sese sama mantan lurah nanti saya panggil, " terangnya.
Penulis: Syamsir.